Pengadilan Negeri Surakarta kembali menjadi panggung utama bagi perkara yang sejak awal menyedot perhatian nasional:
gugatan Citizen Lawsuit terkait dugaan keabsahan ijazah Presiden Ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo.
Namun, sidang lanjutan yang dijadwalkan memasuki agenda pembuktian dokumen pada Rabu, 24 Desember, resmi ditunda oleh Majelis Hakim.
Penundaan ini bukan tanpa alasan.
Penundaan ini bukan tanpa alasan.
Dalam pertimbangan majelis, alat bukti surat yang diajukan penggugat dinilai belum sepenuhnya sinkron, sehingga untuk menjaga kehati-hatian dalam pertimbangan hukum, penggugat diberi kesempatan mengajukan ulang dokumen melalui sistem e-court pada sidang lanjutan yang dijadwalkan 30 Desember mendatang.
Dua Alumnus UGM Melawan Negara dalam Gugatan Publik
Perkara ini diajukan oleh Top Taufan dan Bangun Sutoto, dua alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), melalui mekanisme Citizen Lawsuit, yang secara prinsip tidak menuduh secara pidana, melainkan menuntut keterbukaan dan akuntabilitas publik.
Dalam perkara ini:
Dalam perkara ini:
- Joko Widodo didudukkan sebagai Tergugat I, disusul,
- Rektor UGM Prof. Ova Emilia sebagai Tergugat II
- Wakil Rektor UGM Prof. Wening Udasmoro sebagai Tergugat III
- serta pihak lain yang berkaitan dengan tata kelola arsip akademik sebagai Tergugat IV
Gugatan ini secara spesifik mempersoalkan dokumen akademik Presiden Jokowi sejak jenjang dasar hingga perguruan tinggi, dengan titik tekan utama pada ijazah dan arsip akademik Fakultas Kehutanan UGM.
“Inilah Tempat Paling Terhormat Menunjukkan Ijazah”
Dalam pernyataan yang disampaikan usai persidangan, penggugat menegaskan bahwa pengadilan adalah forum paling bermartabat untuk menyelesaikan polemik ini, bukan melalui laporan pidana yang berujung saling kriminalisasi.
Inilah sebenarnya tempat yang paling terhormat untuk Pak Joko Widodo menunjukkan ijazah SD sampai kuliah di UGM, di pengadilan, tanpa memenjarakan orang lain,
ujar salah satu Rismon Sianipar.
Nada yang disampaikan tidak emosional, melainkan argumentatif dan normatif.
Nada yang disampaikan tidak emosional, melainkan argumentatif dan normatif.
Menurut Rismon, pidana yang saling berbalas justru memperpanjang konflik, sebagaimana yang kini terjadi dengan adanya laporan-laporan di kepolisian, termasuk di Polda DIY.
Kalau ini mau diselesaikan, Pengadilan Negeri Surakarta adalah tempatnya. Di sinilah kita berargumentasi secara ilmiah, berdebat dengan keahlian masing-masing, dengan dokumen dan bukti,
lanjutnya.
Empat Dokumen Minimum yang Dipersoalkan Dalam persidangan, penggugat menegaskan adanya empat dokumen minimum yang menurut mereka harus dibuka secara terang dalam proses pembuktian, yakni:
Majelis Hakim mencatat bahwa sebagian bukti surat yang diajukan masih memerlukan perbaikan dan klarifikasi, sehingga penundaan dipilih sebagai langkah kehati-hatian agar putusan kelak tidak mengandung cacat formil.
Bukan Vonis, Melainkan Uji Keterbukaan
Empat Dokumen Minimum yang Dipersoalkan Dalam persidangan, penggugat menegaskan adanya empat dokumen minimum yang menurut mereka harus dibuka secara terang dalam proses pembuktian, yakni:
- Ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM yang diklaim sebagai dokumen asli
- Transkrip nilai akademik
- Skripsi, terutama lembar pengesahan pembimbing skripsi
- Kesesuaian teknologi pencetakan dokumen dengan konteks tahun 1985, masa ketika teknologi digital dan percetakan modern belum tersedia
Majelis Hakim mencatat bahwa sebagian bukti surat yang diajukan masih memerlukan perbaikan dan klarifikasi, sehingga penundaan dipilih sebagai langkah kehati-hatian agar putusan kelak tidak mengandung cacat formil.
Bukan Vonis, Melainkan Uji Keterbukaan
Penting digarisbawahi, sidang ini belum memasuki tahap kesimpulan, apalagi vonis.
Penundaan justru memperlihatkan fungsi pengadilan sebagai penjaga kehati-hatian hukum, bukan alat legitimasi cepat.
Perkara ini pada dasarnya bukan sekadar soal benar atau salahnya sebuah ijazah, melainkan ujian atas tata kelola arsip negara, transparansi lembaga pendidikan, dan hak publik atas informasi pejabat negara.
Lintas Peristiwa Nasional: Hukum, Buruh, dan Lingkungan
Perkara ini pada dasarnya bukan sekadar soal benar atau salahnya sebuah ijazah, melainkan ujian atas tata kelola arsip negara, transparansi lembaga pendidikan, dan hak publik atas informasi pejabat negara.
Lintas Peristiwa Nasional: Hukum, Buruh, dan Lingkungan
Di hari yang sama, sejumlah peristiwa lain turut mewarnai dinamika nasional:
Pengadilan sebagai Ruang Publik paling tepat
- Sidang dakwaan terhadap mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook kembali ditunda hingga 5 Januari 2026, dengan alasan kondisi kesehatan pascaoperasi.
- Ratusan buruh menutup Jalan Ahmad Yani, Bekasi, menuntut kenaikan UMK dengan indeks maksimal 0,9 persen. Ketegangan mereda setelah dialog dengan Pemkot Bekasi.
- Menteri Lingkungan Hidup menjatuhkan sanksi administratif kepada Pemkot Tangerang Selatan terkait krisis sampah di TPA Cipeucang, disertai ancaman pidana jika tak tertangani hingga Juni 2026.
- 500 truk sampah mengepung Kantor Gubernur Bali, memprotes rencana penutupan TPA Suwung yang akhirnya ditunda hingga 28 Februari setelah relaksasi dari Kementerian LHK.
Pengadilan sebagai Ruang Publik paling tepat
Sidang ijazah Jokowi di Pengadilan Negeri Surakarta kini bukan sekadar perkara hukum, melainkan cermin relasi negara dan warga.
Penundaan sidang menegaskan satu hal penting:
kebenaran hukum tidak lahir dari tekanan, melainkan dari pembuktian yang tertib, terbuka, dan rasional.
Sidang berikutnya akan menjadi ujian lanjutan, bukan hanya bagi para pihak, tetapi juga bagi komitmen negara terhadap transparansi dan akuntabilitas di ruang publik.
(as)
#SidangIjazahJokowi #CitizenLawsuit #PengadilanSolo #TransparansiPublik #UGM #NegaraHukum #AksesDokumenPublik

