Arie Untung Kecewa: “Ini Bukan Kayu Tumbang, Ini Sudah Dipotong dan Siap Diangkut”


“Ini Kayu Sudah Dipotong, Siap Diangkut” “Allahu Akbar… Ya Allah… Allahu Akbar.”

Fatahillah313, Jakarta - Kalimat itu keluar berulang dari mulut Arie Untung saat ia tiba di lokasi. 
Bukan sebagai seruan, melainkan sebagai refleksi kaget, sedih, dan kecewa atas apa yang ia lihat langsung di hadapannya.

Rumah-rumah telah hancur. Yang tersisa hanyalah potongan-potongan kayu yang berserakan di tanah.

Arie menunjuk satu per satu batang kayu yang ada di sekitar lokasi. Kayu-kayu itu bukan kayu tumbang akibat bencana alam. 
Bukan pula batang yang baru ditebang dari pohon. 
Kayu tersebut sudah dipotong rapi, bersih, dan terlihat siap untuk diangkut.
Lihat kayunya. Ini bukan kayu yang masih di pohon,
ujarnya tegas. 
Ini sudah potongan, siap angkut.



Rumah yang sudah Kehilangan Bentuk

Di lokasi itu, rumah-rumah tak lagi bisa disebut sebagai bangunan layak huni. 
Struktur utamanya sudah tidak utuh. Penyangga hilang, dinding roboh, dan atap tak lagi memiliki sandaran. 
Rumah sudah enggak berbentuk lagi,
ucap Arie, menggambarkan kondisi bangunan yang benar-benar kehilangan fungsi dasarnya.

Potongan kayu terlihat di mana-mana. Di halaman, di tengah permukiman, bahkan di jalur yang biasa dilewati warga. 
Arie menegaskan, kondisi ini bukan sesuatu yang tersembunyi. 
Banyak orang melintas dan bisa melihat langsung apa yang terjadi.
Kalau enggak ada apa-apa, semua orang lewat pasti lihat,
katanya.


Lingkungan yang Tak Lagi Layak Ditinggali 

Di tengah peninjauan, Arie mengaku mencium bau menyengat. Bau bangkai. Ia memastikan, itu bukan bau dari jasad manusia. 
Namun aroma tersebut cukup menjadi penanda bahwa lingkungan itu sudah berada dalam kondisi yang memprihatinkan dan tidak sehat.

Dari sudut pandang yang lebih tinggi, terlihat rumah-rumah lain dengan kondisi serupa. 
Bukan satu atau dua unit. 
Jumlahnya banyak, tersebar jauh, dan berdampak pada ribuan jiwa. 
Mereka kehilangan tempat tinggal, rasa aman, dan kepastian hidup.


Santri dan Kesedihan, jelas terlihat

Di antara reruntuhan itu, terlihat para santri. Wajah-wajah mereka menampakkan kesedihan yang sulit disembunyikan. 
Mereka menjadi bagian dari korban yang terdampak langsung, menyaksikan rumah dan lingkungan sekitar berubah menjadi puing-puing.

Kesedihan para santri itu menjadi gambaran nyata bahwa peristiwa ini bukan sekadar persoalan material, melainkan menyentuh sisi kemanusiaan yang paling dasar.


Ajakan Solidaritas melalui subcribe 

Meski penuh kekecewaan, Arie tidak berhenti pada keluhan. Ia mengajak masyarakat luas untuk tetap memberikan dukungan. 
Bantuan, menurutnya, tidak harus dengan datang langsung ke lokasi.
Jarak bantuan kalian bukan harus datang ke sini,
ucapnya. 
Cukup dengan jempol handphone kalian.

Arie dan tim menyatakan siap menjadi perwakilan untuk menyalurkan bantuan tersebut. 
Dukungan sekecil apa pun akan sangat berarti bagi mereka yang terdampak.


Potongan Kayu ini Wujud nyata Keserakahan Oligarki dan Oknum Pejabat

Apa yang disaksikan Arie Untung di lokasi ini bukan sekadar tumpukan kayu. 
Ini adalah potret hilangnya rumah, rusaknya lingkungan, dan terlukanya rasa keadilan. 
Kayu-kayu itu mungkin bisa diangkut, tetapi luka sosial dan kemanusiaan yang tertinggal tidak mudah dipindahkan.

Di antara puing-puing dan potongan kayu yang siap diangkut, suara Arie menjadi pengingat: 
bahwa di balik setiap rumah yang hancur, ada manusia yang tidak putus dari harapan dan asa.


(as)
#ArieUntung #Kemanusiaan #RumahHancur #Solidaritas #SantriTerdampak #BantuSesama