Sungai jadi Jalur Bencana: Banjir Kayu Gelondongan di Keerom dan Nduga dan Teriakan Alam Papua


Bila air telah bercampur amarah alam, ia datang membawa peringatan.

Fatahillah313, Papua - Itulah yang kini kita saksikan dari Timur Indonesia, dari tanah Papua yang selama ini dikenal hijau, sunyi, dan kaya kehidupan. 

1. BANJIR DI DISTRIK KEEROM
Pada Rabu, 17 Desember 2025, warga Distrik Keerom, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua dikejutkan oleh sebuah peristiwa yang bukan hanya mencengangkan mata, tetapi juga mengguncang nurani: 
banjir besar disertai ratusan kayu gelondongan menghantam Sungai Pas dan meruntuhkan jembatan penghubung antar-kampung hingga putus total.

Bukan sekadar banjir. Bukan sekadar kayu hanyut. Ini adalah isyarat keras dari alam.


Detik-detik Sungai Berubah Menjadi Jalur Petaka 

Sejak pagi hari, hujan deras mengguyur kawasan hulu Sungai Pas. Warga mulai merasakan kejanggalan ketika air sungai yang biasanya jernih mendadak berubah keruh dan arusnya kian deras. 
Tak lama berselang, dari arah hulu tampak kayu-kayu berukuran besar bermunculan satu per satu, lalu puluhan, lalu ratusan, mengalir deras tanpa kendali.

Kayu-kayu gelondongan itu bukan kayu kecil. Batang-batang raksasa itu menghantam apa saja yang dilaluinya. 
Hingga akhirnya, jembatan utama yang selama ini menjadi nadi kehidupan warga, akses ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan logistik, tak kuasa menahan hantaman.

Dalam hitungan menit, jembatan itu roboh dan putus total.
Putus… putus… habis sudah… tidak ada sisa,
teriak warga dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial.

Tangisan, kepanikan, dan ketidakpercayaan bercampur menjadi satu. Jalan yang biasanya dilalui setiap hari kini berubah menjadi jurang keterisolasian.

Ketika Jembatan Runtuh, Kehidupan Ikut Terhenti Jembatan Sungai Pas bukan sekadar bangunan beton dan baja. 
Ia adalah urat nadi kehidupan masyarakat Keerom. Melalui jembatan itulah hasil pertanian dibawa ke pasar, anak-anak menuju sekolah, warga mengakses layanan kesehatan, dan roda ekonomi berputar.

Kini, semuanya terhenti.

Warga terpaksa mencari jalur alternatif yang lebih jauh, memakan waktu, dan berisiko tinggi. Sebagian lainnya memilih menunda perjalanan karena keselamatan tidak lagi terjamin. 
Distribusi logistik tersendat, hasil kebun terancam tak tersalurkan, dan aktivitas harian warga lumpuh total.

Inilah wajah nyata bencana ekologis: yang paling menderita bukan gedung, melainkan manusia biasa.


Kayu Gelondongan Itu Datang dari Mana? 

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang mengenai sumber pasti kayu-kayu gelondongan tersebut. Namun, logika alam berbicara lebih jujur daripada pernyataan formal.

Kayu-kayu itu tidak tumbuh di sungai. Ia berasal dari hutan di kawasan hulu.

Kemunculan ratusan kayu gelondongan dalam satu peristiwa banjir menimbulkan dugaan kuat adanya kerusakan lingkungan serius, baik akibat pembalakan liar maupun eksploitasi hutan yang tidak terkendali. 
Ketika tutupan hutan rusak, tanah kehilangan daya serap, sungai kehilangan keseimbangan, dan air kehilangan kendali.

Maka sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, berubah menjadi jalur ancaman.


Papua, Sumatera, Aceh, Guci jawa tengah dengan Pola bencana yang Sama 

Peristiwa di Keerom bukan kejadian tunggal. Masarakat dengan cepat menarik benang merah dengan banjir bandang di Sumatera dan Aceh dalam beberapa bulan terakhir, yang juga ditandai oleh hanyutnya kayu gelondongan dari hulu sungai.

Pola ini berulang. Penyebabnya serupa. Korban utamanya selalu sama: rakyat kecil.

Para pemerhati lingkungan telah lama mengingatkan bahwa degradasi kawasan hulu sungai adalah resep pasti menuju bencana. 
Ketika hutan dirusak, daya dukung lingkungan runtuh, dan infrastruktur di wilayah hilir menjadi korban berikutnya.
Namun peringatan sering kali kalah oleh kepentingan sesaat.


Bukan Sekadar Musibah, Ini Teguran dari sebuah keserakahan

Saudara-saudara, banjir sering kita sebut sebagai bencana alam. Namun banjir yang membawa ratusan kayu gelondongan adalah bencana ekologis buatan manusia.
Ini bukan semata takdir. Ini adalah akibat keserakahan.

Kejadian di Keerom adalah pengingat keras bahwa infrastruktur kita rapuh bila dibangun di atas lingkungan yang dilukai. 
Alam tidak pernah lupa. Ia hanya menunggu waktu untuk menagih kembali apa yang dirampas darinya.

Hingga Rabu sore, warga masih bergotong royong membersihkan sisa-sisa kayu yang tersangkut di sekitar lokasi jembatan. 
Aparat setempat diharapkan segera melakukan penanganan darurat sekaligus investigasi menyeluruh, bukan hanya untuk memperbaiki jembatan, tetapi untuk mencegah tragedi serupa terulang.


Dengarlah Sebelum Terlambat, Alam sudah mengingatkan

Papua hari ini bukan hanya tentang jembatan yang runtuh. Ia adalah teriakan alam yang meminta didengarkan.

Jika hutan terus dibuka tanpa kendali, jika sungai terus dipaksa menampung beban yang tak sanggup ia pikul, maka yang runtuh bukan hanya jembatan, tetapi masa depan kita sendiri.

Semoga dari Sungai Pas yang hari ini membawa duka, lahir kesadaran kolektif bahwa menjaga alam bukan pilihan, melainkan keharusan moral dan kemanusiaan.


2. BANJIR DI NDUGA
Lima Korban Banjir Bandang dan Longsor di Kabupaten Dungga Papua Ditemukan Meninggal, 18 Orang Masih Dicari 


Tim SAR gabungan menemukan lima korban meninggal dunia akibat banjir bandang dan longsor yang melanda Kabupaten Dungga, wilayah pegunungan Papua. 
Hingga saat ini, tim masih terus melakukan pencarian terhadap 18 korban lainnya yang dilaporkan hilang.

Upaya pencarian dilakukan sejak bencana menerjang Distrik Dal dan Distrik Barok, Kabupaten Dungga. 
Dari total 23 korban yang sebelumnya dinyatakan hilang, lima orang berhasil ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. 
Sementara itu, tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, serta relawan terus melanjutkan operasi pencarian di tengah medan yang berat dan cuaca yang belum stabil.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Dungga, Yoas Beon, bersama jajaran pimpinan daerah telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi di wilayah tersebut. 
Menurutnya, peristiwa ini merupakan bencana dengan dampak yang sangat besar dan belum pernah terjadi sebelumnya di daerah tersebut.
Musibah ini telah merenggut banyak nyawa dan menjadi kejadian luar biasa bagi Kabupaten Dungga. Dalam sejarah daerah ini, bencana dengan dampak sebesar ini belum pernah terjadi,
ujar Yoas Beon.

Pemerintah daerah juga meminta dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat, termasuk kementerian terkait, untuk mempercepat penanganan bencana, pencarian korban, serta pemulihan pascabencana.

Sementara itu, BPBD bersama pemerintah daerah telah menetapkan status tanggap darurat bencana, dengan prioritas utama pada pencarian korban yang masih hilang, evakuasi warga terdampak, serta penyaluran bantuan logistik dan layanan kesehatan.

Hingga kini, proses pencarian masih terus dilakukan, meski menghadapi berbagai kendala seperti akses terbatas, longsor susulan, dan kondisi cuaca ekstrem.


(as)
#BanjirPapua #Keerom #SungaiPas #KayuGelondongan #BencanaEkologis #HutanPapua #DaruratLingkungan #SavePapua #JembatanPutus #AlarmAlam