Ketika Toleransi Dipelintir: Peringatan Keras Ustadz Muhammad Ridwan soal Natal Bersama dan Pendangkalan Akidah

Fatahillah313, Jakarta - Di mimbar subuh yang sunyi namun penuh muatan peringatan, Ustadz Muhammad Ridwan membuka ceramahnya dengan sebuah pertanyaan sederhana, tetapi menghunjam: 
Pernah Bapak Ibu dengar kalimat, jangan panggil kafir, tapi panggillah non-Muslim?
Pertanyaan itu bukan sekadar soal istilah. Menurut Ustadz Ridwan, di balik perubahan bahasa yang terlihat lembut, tersimpan agenda besar yang jauh lebih serius: 
pendangkalan akidah umat Islam secara perlahan, sistematis, dan terstruktur.


Dari Bahasa yang “Lembut” ke Akidah yang Terkikis 

Ustadz Ridwan menegaskan, istilah kafir bukan kata makian, melainkan terminologi teologis dalam Al-Qur’an. Kafir berarti menutupi kebenaran, bukan sekadar label sosial. 
Mengganti istilah ini dengan dalih kesopanan, menurutnya, bukan perkara sepele.
Cover buku tetap disebut cover, karena artinya menutup. Kafir juga artinya menutup kebenaran. Hanya diganti bahasanya,
tegasnya.

Perubahan istilah, lanjutnya, sering menjadi pintu masuk untuk perubahan yang lebih besar: 
mengaburkan batas iman, menyamakan semua agama, lalu perlahan mengikis keyakinan umat.


Natal Bersama dan Bahaya Sinkretisme 

Dalam ceramahnya, Ustadz Ridwan mengangkat isu Perayaan Natal Bersama (PNB) yang kembali mencuat, bahkan difasilitasi oleh pejabat negara. 
Ia menegaskan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memfatwakan sejak 1981: 
haram bagi umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama.
Itu bukan kata saya. Itu fatwa MUI. Saya hanya menukilkan,
ujarnya.

Alasannya jelas: 
bukan soal benci, bukan soal intoleransi, tetapi perlindungan akidah.
Mengikuti ritual keagamaan agama lain, apalagi dengan pengakuan kebenaran teologis, masuk dalam kategori sinkretisme, yakni mencampuradukkan agama.


Toleransi Versi Nabi vs Toleransi Versi Liberalisme 

Ustadz Ridwan mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang paling jelas mengajarkan toleransi. 
Namun toleransi versi Islam tidak pernah berarti mencampur ibadah atau keyakinan.

Ia mengutip Surah Al-Kafirun:
Lakum dinukum wa liya din.
Untukmu agamamu, untukku agamaku.

Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah mengajak non-Muslim merayakan Idul Fitri, dan tidak pula menerima ajakan untuk merayakan ritual agama lain. 
Bahkan Umar bin Khattab ketika menaklukkan Yerusalem, tanpa pertumpahan darah, tetap menjaga batas: 
menghormati, tetapi tidak mencampurkan ibadah.


Fitnah Akhir Zaman: Sahwat dan Syubhat 

Mengutip Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Ustadz Ridwan menjelaskan bahwa fitnah terbesar akhir zaman ada dua:
    1. Sahwat (dorongan hawa nafsu)
    2. Syubhat (kerancuan dalam agama)

Sahwat bukan hanya soal zina atau dunia, tetapi juga sahwat agama, ambisi kekuasaan, gengsi intelektual, dan keinginan diterima dunia global dengan mengorbankan prinsip iman.

Syubhat, lanjutnya, muncul ketika yang batil dibungkus seolah rasional, toleran, dan progresif.


Pluralisme Agama dan Program Global 

Menurut Ustadz Ridwan, pluralisme agama bukan sekadar konsep akademik, melainkan proyek ideologis yang mendorong umat Islam mengakui kebenaran semua agama secara teologis.
Produk pluralisme itu salah satunya PNB. Mengajak umat Islam mengakui kebenaran agama lain. Itu yang berbahaya.

Ia mengingatkan bahwa musuh terbesar umat bukan selalu yang terang-terangan memusuhi, tetapi kemunafikan dari dalam, orang yang lisannya alim, tetapi hatinya rusak.


Peringatan untuk Umat: Pegang Sunnah di Zaman Sulit 

Di akhir ceramah, Ustadz Ridwan menegaskan bahwa hidup di akhir zaman memang berat. 
Berpegang pada sunnah Nabi ﷺ terasa asing, bahkan dicap ekstrem. Namun justru di situlah keutamaannya.

Mengutip hadis, ia menyampaikan bahwa orang yang berpegang teguh pada sunnah di akhir zaman mendapat pahala berlipat, bahkan disamakan dengan puluhan syuhada.
Bukan karena kita hebat, tapi karena zaman ini memang rusak.


Hormat Tanpa Larut, Toleran Tanpa Melebur 

Ceramah ini bukan ajakan kebencian, tetapi seruan kewaspadaan. Islam mengajarkan hidup berdampingan, saling menghormati, tanpa harus meleburkan iman.

Menghormati agama lain bukan dengan ikut ritualnya. Menjaga kerukunan bukan dengan mengorbankan akidah. 
Dan toleransi sejati bukanlah menghapus batas, melainkan menjaga prinsip dengan adab.



(as)
#JagaAkidah #NatalBersama #ToleransiIslam #AkhirZaman #UstadzMuhammadRidwan #FatwaMUI #LakumDinukum