Fatahillah313, Babel - Penetapan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hellyana, sebagai tersangka dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Bareskrim Polri menjadi babak serius dalam perjalanan demokrasi lokal Indonesia.
Kasus ini tidak hanya menyentuh ranah hukum pidana, tetapi juga membuka diskursus lebih luas tentang integritas pejabat publik, verifikasi administrasi pemilu, dan kejujuran dalam kontestasi politik.
Informasi tersebut disampaikan dalam program Indonesia Malam Kompas TV, yang menghadirkan penjelasan resmi dari pemerintah daerah, penyelenggara pemilu, serta analisis pakar hukum pidana.
Gubernur Babel Laporkan ke Mendagri, Pemerintahan Diklaim Tetap Berjalan
Akibatnya, KPU menetapkan status BMS (Belum Memenuhi Syarat) untuk ijazah S1 tersebut dan memberi kesempatan perbaikan.
Informasi tersebut disampaikan dalam program Indonesia Malam Kompas TV, yang menghadirkan penjelasan resmi dari pemerintah daerah, penyelenggara pemilu, serta analisis pakar hukum pidana.
Gubernur Babel Laporkan ke Mendagri, Pemerintahan Diklaim Tetap Berjalan
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hidayat Arsani, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima surat pemberitahuan resmi penetapan tersangka terhadap Wakil Gubernur Hellyana.
Menyikapi hal tersebut, Gubernur langsung melaporkannya kepada Menteri Dalam Negeri sebagai bentuk kepatuhan terhadap mekanisme pemerintahan yang berlaku.
Meski demikian, Hidayat Arsani menegaskan bahwa roda pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan normal.
Meski demikian, Hidayat Arsani menegaskan bahwa roda pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan normal.
Menurutnya, perkara dugaan ijazah palsu ini merupakan urusan pribadi yang bersangkutan, dan kini sepenuhnya berada dalam ranah hukum.
Ini urusan pribadi. Ranah hukum. Tidak ada kaitannya dengan saya sebagai gubernur, karena saat mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur, yang digunakan adalah ijazah SMA,
tegasnya.
Hingga kini, Hellyana belum memberikan pernyataan resmi kepada publik pasca penetapan status tersangka.
Hingga kini, Hellyana belum memberikan pernyataan resmi kepada publik pasca penetapan status tersangka.
KPU dan Bawaslu: Tidak Digunakan dalam Pencalonan
Di tengah sorotan publik, KPU dan Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memberikan klarifikasi penting.
Mereka menegaskan bahwa ijazah S1 yang kini dipersoalkan tidak pernah digunakan sebagai dasar sah pencalonan Hellyana dalam Pilkada.
Ketua KPU Babel, Husin, menjelaskan bahwa dalam proses pendaftaran awal, Hellyana sempat mencantumkan ijazah S1.
Ketua KPU Babel, Husin, menjelaskan bahwa dalam proses pendaftaran awal, Hellyana sempat mencantumkan ijazah S1.
Namun, setelah dilakukan verifikasi administrasi dan klarifikasi faktual, ijazah tersebut tidak dapat dibuktikan keabsahannya.
Masalah muncul ketika tim KPU melakukan klarifikasi langsung ke kampus penerbit ijazah S1 tersebut.
Masalah muncul ketika tim KPU melakukan klarifikasi langsung ke kampus penerbit ijazah S1 tersebut.
Fakta mengejutkan terungkap:
kampus sudah tutup, aktivitas akademik tidak berjalan, dan tidak ada pihak berwenang yang bersedia memberikan keterangan resmi. Bahkan, tidak ditemukan data pendukung seperti KRS, KHS, maupun daftar alumni.
Akibatnya, KPU menetapkan status BMS (Belum Memenuhi Syarat) untuk ijazah S1 tersebut dan memberi kesempatan perbaikan.
Namun hingga batas waktu yang ditentukan, dokumen pendukung tetap tidak dapat dipenuhi.
Akhirnya yang kami terima sebagai dasar pencalonan adalah ijazah SMA, sesuai syarat minimal peraturan perundang-undangan,
ujar Husin.
Senada, Ketua Bawaslu Babel, M. Oskar, memastikan bahwa dalam tahap akhir pencalonan, Hellyana hanya menggunakan ijazah SMA, dan tidak pernah ditetapkan sebagai calon dengan gelar akademik S1.
Senada, Ketua Bawaslu Babel, M. Oskar, memastikan bahwa dalam tahap akhir pencalonan, Hellyana hanya menggunakan ijazah SMA, dan tidak pernah ditetapkan sebagai calon dengan gelar akademik S1.
Hal ini tercermin jelas dalam SK penetapan pasangan calon hingga penetapan wakil gubernur terpilih, yang tidak mencantumkan gelar sarjana atas nama Hellyana.
Awal Kasus: Laporan Mahasiswa dan Kejanggalan Akademik
Awal Kasus: Laporan Mahasiswa dan Kejanggalan Akademik
Kasus ini bermula dari laporan seorang mahasiswa Universitas Bangka Belitung, Ahmad Siddiq, pada 21 Juli 2025.
Ia menilai terdapat kejanggalan serius: ijazah S1 Hellyana disebut terbit tahun 2012, sementara catatan akademik menunjukkan yang bersangkutan baru terdaftar sebagai mahasiswa pada 2013 dan berhenti pada 2014.
Temuan ini kemudian didalami oleh penyidik Bareskrim Polri, termasuk pengecekan ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) dan penelusuran langsung ke institusi pendidikan terkait.
Pakar Hukum: Ini Ranah Pidana Personal, Bukan Sengketa Pemilu
Temuan ini kemudian didalami oleh penyidik Bareskrim Polri, termasuk pengecekan ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) dan penelusuran langsung ke institusi pendidikan terkait.
Pakar Hukum: Ini Ranah Pidana Personal, Bukan Sengketa Pemilu
Pakar hukum pidana Universitas Tarumanagara, Heri Firmansyah, menegaskan bahwa perkara ini bukan lagi isu kepemiluan, melainkan ranah pidana murni.
Karena ijazah S1 tidak digunakan dalam pencalonan, maka tidak ada implikasi langsung terhadap keabsahan hasil Pilkada.
Namun, secara hukum pidana, kasus ini sangat serius. Hellyana berpotensi dijerat Pasal 263 dan 264 KUHP tentang pembuatan atau penggunaan surat palsu, serta Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional terkait penggunaan gelar akademik.
Namun, secara hukum pidana, kasus ini sangat serius. Hellyana berpotensi dijerat Pasal 263 dan 264 KUHP tentang pembuatan atau penggunaan surat palsu, serta Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional terkait penggunaan gelar akademik.
Kalau dari awal ijazah itu tidak pernah ada, itu masuk membuat surat palsu. Kalau ada tapi dimanipulasi, itu memalsukan surat. Dua-duanya pidana,
jelas Heri.
Ia menambahkan, sebagai pejabat publik, integritas adalah beban moral dan hukum yang lebih berat.
Ia menambahkan, sebagai pejabat publik, integritas adalah beban moral dan hukum yang lebih berat.
Meski asas praduga tak bersalah tetap berlaku, penggunaan dokumen akademik yang tidak sah dapat mencederai kejujuran dan keadilan dalam demokrasi.
Pra-peradilan: Jalan Terbuka, Tapi Tidak Mudah
Pra-peradilan: Jalan Terbuka, Tapi Tidak Mudah
Penasihat hukum Hellyana disebut berencana mengajukan pra-peradilan, dengan alasan keberatan atas penetapan tersangka dan permintaan hasil uji forensik ijazah.
Menurut Heri, kunci pra-peradilan akan bertumpu pada minimal dua alat bukti yang sah, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Menurut Heri, kunci pra-peradilan akan bertumpu pada minimal dua alat bukti yang sah, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Jika penyidik mampu membuktikan bahwa ijazah tersebut tidak pernah diterbitkan secara sah dan tidak didukung dokumen akademik apa pun, maka peluang lolos pra-peradilan dinilai kecil.
Pelajaran Penting bagi Demokrasi
Pelajaran Penting bagi Demokrasi
Kasus Hellyana menjadi peringatan keras bagi penyelenggara pemilu, partai politik, dan kandidat pejabat publik.
Verifikasi administratif tidak boleh sekadar formalitas.
Kejujuran kandidat sama pentingnya dengan ketelitian penyelenggara.
KPU Babel mengakui bahwa kasus ini menjadi bahan evaluasi serius untuk memperketat verifikasi faktual ijazah dan dokumen pendidikan di masa depan agar publik tidak lagi merasakan kesan “kecolongan”.
Di atas segalanya, demokrasi bukan hanya soal menang dan kalah, melainkan kepercayaan publik.
KPU Babel mengakui bahwa kasus ini menjadi bahan evaluasi serius untuk memperketat verifikasi faktual ijazah dan dokumen pendidikan di masa depan agar publik tidak lagi merasakan kesan “kecolongan”.
Di atas segalanya, demokrasi bukan hanya soal menang dan kalah, melainkan kepercayaan publik.
Dan kepercayaan itu dibangun dari satu hal mendasar: kejujuran sejak awal.
(as)
#IjazahPalsu #WagubBabel #IntegritasPejabat #DemokrasiBersih #KPUBabel #BareskrimPolri

