Ketika Kayu Terus Diangkut, Publik Pertanyakan Kinerja Kemenhut


Fatahillah313, Jakarta - Sebuah suara perempuan terdengar lantang di tengah tumpukan kayu gelondongan berdiameter raksasa. 
Nada bicaranya bukan sekadar marah, melainkan penuh keheranan, bahkan keputusasaan. 
Mana mungkin rakyat biasa melakukan ini,
katanya. 
Kalimat itu kemudian menjelma menjadi potongan video yang viral, memantik diskusi luas tentang pengelolaan hutan Indonesia dan kinerja Kementerian Kehutanan.

Perempuan itu adalah Yuliana SAG. Dalam video yang beredar luas di media sosial, Yuliana mempertanyakan aktivitas pengangkutan kayu dalam jumlah besar yang terus berlangsung tanpa penjelasan terbuka kepada publik. 
Video tersebut kembali ramai setelah diunggah akun Instagram @vokonoha pada Rabu, 24 Desember 2025.

Bukan hanya soal kayu yang diangkut. Yang dipersoalkan Yuliana adalah ketiadaan informasi: 
siapa pemilik kayu-kayu tersebut, dari mana asalnya, dan ke mana tujuan akhirnya.
Ini kayu mau dibawa ke mana? Diekspor ke luar negeri, Guys. Sampai ke Arab, sampai ke negara-negara maju yang enggak punya hutan,
ujarnya dalam rekaman.


Tumpukan Kayu dan Lubang Transparansi 

Dalam narasi yang disampaikan, Yuliana menyoroti besarnya skala pengangkutan kayu yang ia nilai mustahil dilakukan oleh masyarakat biasa. 
Kayu-kayu itu berukuran sangat besar, bahkan lebih tinggi dari manusia dewasa yang berdiri di sampingnya.

Menurutnya, kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: 
mengapa aktivitas sebesar itu seolah berlangsung tanpa pengawasan dan tanpa penjelasan resmi kepada masarakat?

Ia menilai, minimnya transparansi justru membuka ruang spekulasi dan kecurigaan, terutama terkait kemungkinan praktik penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya hutan.
Kalau rakyat kecil nebang kayu jati segede jari tangan saja, bisa dipenjara,
katanya, merujuk pada kasus Nenek Hasnah, seorang lansia yang sempat divonis penjara karena dituduh mencuri kayu jati.


Kontras Penegakan Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas? 

Yuliana membangun kritiknya dengan membandingkan dua realitas yang timpang. 
Di satu sisi, rakyat kecil yang mengambil kayu dalam jumlah sangat terbatas bisa berurusan dengan hukum. 
Di sisi lain, pengangkutan kayu gelondongan dalam skala masif justru tampak berjalan tanpa hambatan berarti.
Ini yang nyolong kayu gelondongan enggak terhitung jumlahnya, berapa ton kubik, berapa miliar kubik ini coba?
ujarnya dengan nada getir.

Pernyataan tersebut mencerminkan kegelisahan publik yang lebih luas: apakah hukum kehutanan benar-benar ditegakkan secara adil? 
Ataukah hanya keras terhadap yang lemah dan lunak terhadap yang memiliki kuasa?


Dari Hutan Gundul hingga Banjir Bandang 

Lebih jauh, Yuliana mengaitkan penggundulan hutan dengan dampak ekologis yang dirasakan masyarakat luas. 
Ia menyinggung banjir bandang yang kerap terjadi di berbagai daerah sebagai konsekuensi dari rusaknya kawasan hutan.
Yang gundulin hutan ini pejabat, bukan rakyat,
katanya tegas. 
Baginya, bencana ekologis bukan peristiwa alam semata, melainkan akumulasi dari kebijakan dan praktik pengelolaan hutan yang bermasalah sejak lama.

Kritik ini sekaligus menjadi pertanyaan historis: 
apa sebenarnya yang telah dilakukan Kementerian Kehutanan sejak Indonesia merdeka hingga hari ini?
Tuntutan Penjelasan, Bukan Sekadar Bantahan Yuliana tidak secara eksplisit menuduh, tetapi ia menuntut klarifikasi resmi. 
Menurutnya, penjelasan terbuka dari Kementerian Kehutanan atau pihak terkait sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Dalam era keterbukaan informasi, aktivitas sebesar pengangkutan kayu dalam jumlah masif tidak bisa dibiarkan menjadi teka-teki. 
Tanpa penjelasan, kecurigaan akan terus tumbuh, dan jurang ketidakpercayaan antara masyarakat dan negara semakin melebar.


Viral sebagai Alarm Sosial 

Viralnya video Yuliana menunjukkan satu hal penting: 
media sosial kini berfungsi sebagai alarm sosial. Ketika saluran resmi tidak berfungsi, suara warga bisa bergema melalui rekaman singkat yang jujur dan emosional.
Kasus ini bukan semata soal kayu, ekspor, atau kementerian tertentu. 
Ia adalah cermin dari kegelisahan publik terhadap pengelolaan sumber daya alam, keadilan hukum, dan tanggung jawab negara dalam menjaga hutan, warisan ekologis yang menentukan masa depan generasi mendatang.

Pertanyaannya kini sederhana namun mendasar: 
akankah suara ini dijawab dengan transparansi, atau kembali tenggelam di antara tumpukan kayu yang terus diangkut?



(as)
#HutanIndonesia #KemenhutDisorot #TransparansiHutan #StopIllegalLogging #SuaraWarga