Habib Rizieq Syihab: Jangan Berhenti Bantu Aceh, Sumut, dan Sumbar


Fatahillah313, Jakarta - Di tengah puing-puing bencana yang belum sepenuhnya terangkat, suara keprihatinan kembali menggema. 
Habib Rizieq Syihab menyerukan satu pesan yang tegas sekaligus emosional: jangan pernah berhenti membantu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. 
Seruan ini bukan sekadar retorika, melainkan refleksi panjang dari realitas di lapangan, tentang korban yang masih bertahan di pengungsian, tentang rumah-rumah yang hancur, dan tentang keadilan yang belum sepenuhnya hadir.


Kayu Gelondongan: Dari Bencana Menjadi Harapan 

Habib Rizieq memulai dengan gambaran konkret yang menyentuh nurani. 
Kayu-kayu gelondongan yang hanyut dan menghancurkan rumah warga kini justru menjadi sumber harapan. 
Pertanyaannya sederhana namun sarat makna: 
bolehkah kayu-kayu itu dipakai untuk membangun kembali rumah yang hancur?
Menurutnya, jawaban atas pertanyaan ini sangat bergantung pada kehadiran negara. 
Jika pemerintah hadir dengan tata kelola bencana yang baik, SOP yang jelas, serta penanganan korban yang manusiawi, maka pemanfaatan kayu harus mengikuti aturan resmi. 
Namun jika negara abai, korban dibiarkan terlunta, dan kejelasan tak kunjung datang, maka kepentingan kemanusiaan harus didahulukan.
Ambil kayu itu, potong, jadikan papan, balok, dan bangun kembali rumah-rumah masyarakat,
serunya lantang. 
Pernyataan ini bukan ajakan pembangkangan, melainkan penegasan bahwa hak hidup dan tempat tinggal korban berada di atas kepentingan administrasi yang macet.

Keputusan Gubernur Aceh yang akhirnya membebaskan masyarakat memanfaatkan kayu-kayu tersebut menjadi titik terang. 
Sebuah kemenangan kecil dari tekanan publik yang terus disuarakan selama berminggu-minggu.


Status Bencana Nasional: Nama Boleh Tidak, Sistem Harus Nasional 

Habib Rizieq menyoroti polemik panjang soal status bencana nasional. 
Pemerintah dinilai enggan menetapkan bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar sebagai bencana nasional. 
Namun baginya, persoalan bukan semata soal label.

Jika status nasional tidak diberikan, maka penanganannya wajib tetap berskala nasional. 
Artinya, koordinasi pusat harus turun penuh, sumber daya dibuka luas, dan regulasi dipermudah, termasuk untuk bantuan dari luar negeri.

Ia menolak logika ketakutan berlebihan terhadap masuknya pihak asing. 
Menurutnya, negara bisa membuat aturan yang jelas: 
bantuan boleh masuk, diawasi, dan dijamin sampai ke tangan korban. Menutup pintu bantuan internasional justru berpotensi memperpanjang penderitaan rakyat.

Kabar pembentukan Satgas Penanggulangan Bencana Sumatera oleh DPR, dengan skala nasional dan berkantor di Aceh, disambut sebagai angin segar. 
Namun Habib Rizieq mengingatkan: 
pengawasan independen adalah kunci agar dana dan bantuan tidak diselewengkan.


Kritik Keras untuk Pengusaha Perusak Hutan 

Bagian paling tajam dari pernyataan Habib Rizieq tertuju pada pengusaha-pengusaha yang dituding melakukan penggundulan hutan. 
Ia mengecam keras praktik perusahaan yang justru datang ke lokasi bencana bukan untuk membantu, melainkan untuk “menyelamatkan” kayu milik mereka.
Ini bukan sekadar kejahatan lingkungan, ini kejahatan kemanusiaan,
tegasnya. 
Menurutnya, penggundulan hutan telah memicu bencana, merenggut nyawa, menghancurkan harta, dan memutus infrastruktur masyarakat.

Ia mendesak pemerintah untuk bertindak tegas: 
menangkap pelaku, menyita aset mereka, dan menggunakan harta tersebut untuk mengganti kerugian korban, mulai dari rumah yang hancur hingga nyawa yang melayang. 
Bagi Habib Rizieq, keadilan ekologis dan keadilan sosial tidak bisa dipisahkan.
BACA JUGA:
Ketika Kayu Terus Diangkut, Publik Pertanyakan Kinerja Kemenhut


Gerakan Kemanusiaan Tak Pernah Menunggu Negara 

Habib Rizieq menegaskan bahwa bagi para ulama dan aktivis kemanusiaan, status bencana bukan soal utama. 
Bencana nasional atau lokal, mereka akan tetap turun: menggalang dana, membuka dapur umum, membangun sekolah sementara, MCK, hingga hunian sementara (huntara).
Ia menyadari bahwa bantuan pemerintah kerap terhambat birokrasi panjang. 
Karena itu, gerakan masyarakat sipil hadir untuk menutup celah, bukan menggantikan negara, tetapi memastikan rakyat tidak menunggu terlalu lama untuk hidup layak kembali.

Rencana doa bersama, trauma healing untuk anak-anak, serta pembangunan huntara kembali digaungkan sebagai bentuk keberlanjutan aksi, bukan sekadar solidaritas sesaat.


Jangan Lelah Berjuang 

Seruan Habib Rizieq ditutup dengan ajakan moral yang sederhana namun mendalam: 
jangan berhenti membantu. 
Jangan biarkan bencana dilupakan oleh waktu, 
oleh berita baru, atau oleh kepentingan politik.


Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan sekadar wilayah terdampak, mereka adalah saudara sebangsa yang menunggu kehadiran keadilan, kepedulian, dan keberanian negara untuk berpihak.



(as)
#BantuAceh #SolidaritasSumatera #KemanusiaanDiAtasSegalanya #BencanaSumatera #HabibRizieqSyihab #KeadilanEkologis