Diduga Jadi Biang Kerok Banjir Sumatra, Izin 8 Perusahaan Besar Resmi Dicabut Pemerintah Majalah

Edisi Bencana & Lingkungan

Fatahillah313, Jakarta - Langit gelap yang menggantung di atas Sumatra dalam dua pekan terakhir ternyata bukan hanya pertanda datangnya bencana alam, tetapi juga gelapnya praktik eksploitasi lingkungan yang selama ini luput dari sorotan. 
Pemerintah akhirnya mengambil langkah tegas: 
mencabut izin delapan perusahaan besar yang diduga menjadi faktor krusial penyebab banjir bandang dan longsor mematikan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Keputusan monumental ini diumumkan setelah penyelidikan mendalam melalui analisis citra satelit, yang memperlihatkan kerusakan hutan masif mencapai 50.000 hektar di sekitar lokasi bencana, luas setara hampir seluruh wilayah Jakarta Selatan.
 
Hilangnya tutupan pohon pada area seluas itu menurunkan kemampuan hutan menyerap hujan secara drastis, melahirkan gelombang banjir bandang yang menyapu desa-desa, menelan korban jiwa, dan memutus akses vital masyarakat.


Pemerintah Bergerak Cepat: Izin Dicabut, Pemanggilan Dimulai 

Dalam konferensi pers yang berlangsung tegang, pejabat pemerintah menyampaikan bahwa pihaknya:

    • Menarik seluruh persetujuan lingkungan dari dokumen-dokumen perusahaan yang berada di wilayah terdampak bencana.
    • Mengirim surat panggilan kepada entitas usaha yang diindikasikan turut memperparah bencana berdasarkan kajian satelit.
    • Memulai pemeriksaan resmi pada awal pekan depan, di mana delapan perusahaan tersebut diwajibkan hadir untuk memberikan keterangan.

Perusahaan-perusahaan itu sebelumnya bergerak di berbagai sektor, mulai dari pemanfaatan hutan, pertambangan, perkebunan, hingga PLTA. 
Seluruhnya kini berada dalam radar pemerintah terkait dugaan pelanggaran yang berkontribusi pada tragedi ekologis terbesar di Sumatra dekade ini.


Angka Korban Meningkat Drastis: 940 Jiwa Meninggal, Ribuan Luka 

Menurut data BNPB per 8 Desember 2025, angka korban bencana banjir dan longsor di tiga provinsi terus bergerak naik:

    • 940 jiwa meninggal dunia
    • 269 orang hilang
    • 5.000 warga luka-luka
    • 156.500 rumah rusak

Deretan angka ini menjadi cermin betapa dahsyatnya dampak kerusakan hutan yang selama ini dibiarkan terjadi.


Di Tengah Air Bah, Ada Keberanian yang Menyelamatkan Nyawa 

Namun, di balik bencana yang menyayat hati, muncul kisah keberanian yang tak kalah besar. Di Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, seorang anggota Brimob Polda Sumatera Utara melangkah perlahan di atas jembatan kayu darurat yang nyaris roboh. 
Di dadanya, ia menggendong bayi mungil yang menangis lirih, tak memahami bahaya yang mengintai di sekelilingnya.

Hembusan angin kencang, arus sungai yang ganas, dan jembatan rapuh bukan alasan baginya untuk mundur. 
Satu demi satu warga ia bantu seberangkan ke titik aman. Basah oleh hujan, tapi teguh oleh keberanian.

Setibanya di lokasi pengungsian, personel Brimob pun bergerak cepat memastikan anak-anak, lansia, dan perempuan mendapatkan tempat aman dan bantuan darurat.


Tanjungpura: 11 Hari Mengungsi, Hidup dalam Serba Kekurangan 

Di Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, kondisi tak kalah mengenaskan. 
Ratusan kepala keluarga sudah 11 hari bertahan di lokasi pengungsian tanpa kepastian kapan bisa kembali ke rumah. 
Banyak tenda pengungsian tak memiliki dinding maupun pintu, membuat warga rentan sakit.

Meski debit sungai mulai turun, air di pemukiman tetap membandel tidak surut. 
Berbagai keluhan kesehatan mulai bermunculan, terutama di kalangan anak-anak dan lansia.


Agam, Sumatera Barat: Tanah Bergeser, Rumah Hilang, Harapan Menipis 

Di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, pemandangan lebih memilukan lagi. 
Puluhan rumah rata dengan tanah. Petugas menyusuri puing dengan bambu panjang untuk mendeteksi tanah yang berongga, khawatir terperosok atau melewatkan jasad yang masih tertimbun.

Dua unit anjing pelacak K9 diterjunkan. Hingga hari ke-11, tercatat:

    • 155 orang meninggal
    • 40 luka berat
    • 29 luka ringan

Cuaca cerah sempat memberi harapan, namun ancaman hujan setiap sore membuat proses evakuasi penuh ketidakpastian.


Aceh Kekurangan LPG: Rantai Logistik Terputus Akibat Bencana 

Di Banda Aceh, ratusan warga antre panjang di pangkalan LPG. Pasokan tabung 3 kg hingga 12 kg terputus selama tiga hari karena jalur distribusi terputus oleh banjir dan longsor.

Beberapa warga bahkan harus kembali mengantre setelah stok cepat habis. 
Pemerintah daerah memastikan pasokan baru telah tiba melalui jalur laut, namun distribusi tetap lambat karena banyaknya titik pemutusan jalan.


Bencana adalah Akumulasi Kelalaian, Bukan Sekadar Cuaca 

Banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatra bukan bencana “alami” semata. 
Ia adalah akumulasi kelalaian manusia, akibat alih fungsi lahan, penebangan liar, dan lemahnya pengawasan lingkungan.

Langkah tegas pemerintah mencabut izin delapan perusahaan adalah awal yang penting. 
Namun, untuk mencegah tragedi serupa, dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat, transparansi, penegakan hukum, dan komitmen nyata dari seluruh pihak.
Bencana boleh datang, tetapi kelalaian tidak boleh terulang.


(as)
#BanjirSumatra #IzinDicabut #KrisisLingkungan #SumateraDarurat #InvestigasiSatelit #BrimobBertugas #Bencana2025 #Aceh #Sumut #Sumbar