Demo Buruh Kepung Monas: Ketika Upah Tak Lagi Sejalan dengan Biaya Hidup


Fatahillah313, Jakarta - Pagi belum terlalu terik ketika kawasan Monumen Nasional (Monas) mulai dipenuhi suara peluit, bentangan spanduk, dan teriakan tuntutan. 
Sejumlah buruh dari DKI Jakarta dan Jawa Barat turun ke jalan, menyuarakan satu keresahan yang sama: 
ketidakadilan dalam penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) se-Jawa Barat untuk tahun 2026.

Aksi ini bukan sekadar rutinitas tahunan. Bagi para buruh, demonstrasi di jantung ibu kota negara adalah peringatan keras bahwa kebijakan upah telah semakin menjauh dari realitas hidup sehari-hari.


Tuntutan Utama: Revisi UMP Jakarta dan UMSK Jawa Barat

Dalam orasinya, para buruh menuntut revisi UMP DKI Jakarta 2026 serta penolakan terhadap penetapan UMSK Jawa Barat yang dinilai tidak sejalan dengan konstitusi dan rasa keadilan. 
Mereka menilai kebijakan upah saat ini gagal membaca peta biaya hidup yang sesungguhnya.

Salah satu alasan utama yang terus diulang dalam aksi tersebut adalah ketimpangan upah antara Jakarta dan daerah penyangga industri, seperti Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, dan Kabupaten Karawang.
Ironisnya, wilayah dengan biaya hidup yang relatif lebih rendah justru memiliki UMP yang lebih tinggi.

Untuk tahun 2026, UMP DKI Jakarta ditetapkan sebesar Rp5,73 juta per bulan, sementara UMP di Bekasi dan Karawang mencapai sekitar Rp5,95 juta per bulan. 
Selisih ini menjadi sumber kegelisahan yang mendalam bagi buruh Jakarta.


Biaya Hidup Jakarta: Realitas yang Tak Terbantahkan

Bagi buruh, angka UMP bukan sekadar statistik. 
Ia adalah penentu hidup, tentang sewa kamar kos, ongkos transportasi, kebutuhan makan, hingga biaya keluarga yang ditinggalkan di kampung halaman.

Banyak buruh yang bekerja di Jakarta bukan warga asli ibu kota. Mereka harus membayar kos, transportasi harian yang mahal, serta biaya hidup lain yang jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah industri di Jawa Barat. 
Karena itu, buruh menekankan pentingnya take home pay, upah bersih yang benar-benar cukup untuk hidup layak, bukan sekadar angka di atas kertas.
Jakarta itu pusat ekonomi, pusat perkantoran nasional. Tapi kenapa upahnya justru kalah dari kawasan industri di pinggiran?
menjadi pertanyaan yang terus bergema di tengah aksi.


Said Iqbal: “Ini Tidak Masuk Akal”

Kepala KSPSI sekaligus Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebut kondisi ini sebagai sesuatu yang tidak masuk akal secara logika ekonomi maupun sosial. 
Menurutnya, sangat aneh jika pekerja di pusat-pusat perkantoran elite, Sudirman, Kuningan, hingga SCBD, menerima upah lebih rendah dibanding buruh pabrik di Karawang atau Bekasi.

Ia mencontohkan karyawan di kantor pusat bank-bank besar dan perusahaan multinasional, seperti Bank Mandiri, BNI, hingga bank asing, yang bekerja di jantung Jakarta, tetapi secara struktural dilindungi oleh UMP yang justru lebih kecil.
Inilah yang harus dievaluasi. Gubernur DKI Jakarta harus berani merevisi UMP Jakarta yang aneh ini, 
tegas Said Iqbal dalam pernyataannya.


Target Buruh: UMP Jakarta Minimal Rp5,9 Juta

Dalam tuntutannya, buruh mendesak agar UMP DKI Jakarta 2026 dinaikkan minimal 5% di atas ketetapan saat ini, atau berada di kisaran Rp5,8–Rp5,9 juta per bulan. 
Angka ini dianggap lebih rasional dan mendekati kebutuhan hidup nyata di ibu kota.

Aksi berlangsung dengan pengawalan aparat. Di tengah lautan massa, terdengar seruan untuk terus menjaga perjuangan tetap damai, sambil mengingatkan bahwa supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia harus menjadi fondasi kebijakan negara.


Perspektif Moral: Upah dan Keadilan dalam Islam

Dalam pandangan Islam, keadilan dalam pemberian upah bukan sekadar urusan ekonomi, tetapi juga amanah moral. Al-Qur’an menegaskan pentingnya menunaikan hak secara adil:


إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِ

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.
(QS. An-Nisā’ [4]: 58)

Ayat ini kerap dijadikan rujukan bahwa upah yang adil adalah bagian dari amanat, dan negara memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan hak pekerja tidak tergerus oleh kebijakan yang timpang.


Monas, Simbol Perlawanan yang Berulang

Aksi buruh di Monas hari ini kembali menegaskan satu hal: 
persoalan upah belum selesai. Selama kebijakan tidak berpijak pada realitas biaya hidup dan rasa keadilan, jalanan ibu kota akan terus menjadi ruang dialog terakhir bagi kaum pekerja.

Bagi buruh, demonstrasi bukan pilihan, melainkan jalan terpaksa ketika suara tak lagi terdengar di ruang-ruang kekuasaan.


(as)
#AksiBuruh #RevisiUMP2026 #BuruhKepungMonas #UpahLayak #KeadilanUpah #UMPJakarta #UMSKJabar