Sidang Brimob Pelindas Ojol Disiarkan Live: Antara Panggung Transparansi dan Bayangan Impunitas


Fatahillah313, Jakarta, 30 Agustus 2025 - Sebuah momentum langka tercipta di Markas Besar Polri. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemeriksaan internal terhadap aparat berseragam ditayangkan secara langsung ke layar publik. Bukan rapat kabinet, bukan pula jumpa pers kenegaraan, melainkan sidang disiplin tujuh anggota Brimob yang diduga terlibat dalam tragedi maut—tewasnya Affan Kurniawan, seorang driver ojek online berusia 21 tahun yang dilindas kendaraan taktis saat demonstrasi di Senayan.

Pemandangan ini seolah menjungkirbalikkan imaji lama: polisi selalu jadi pihak yang bertanya, kini mereka duduk di kursi panas, wajah mereka disorot kamera, ditatap jutaan pasang mata dari televisi nasional hingga layar gawai warganet.

 
Tujuh Wajah, Satu Tragedi

Di ruang konferensi Mabes Polri, tujuh anggota Brimob duduk sejajar, seragam hitam mereka tampak kontras dengan suasana ruang sidang yang dingin. Bukan lagi simbol wibawa, seragam itu kini menyerupai pakaian pesakitan.

Kamera menyorot tanpa ampun:
    • Ada yang terus menunduk, berusaha menghindari tatapan publik.
    • Ada yang berkeringat deras, suaranya bergetar setiap kali menjawab penyidik.
    • Bahkan satu di antaranya terlihat menitikkan air mata ketika ditanya soal tanggung jawab moral.

Adegan ini bukan sekadar formalitas birokrasi. Ia berubah menjadi tontonan nasional, sebuah “reality show keadilan” yang diperdebatkan keras di ruang publik.

 
Alasan Live: Transparansi atau Tekanan?

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut siaran langsung ini sebagai langkah luar biasa untuk memulihkan kepercayaan publik.
“Polisi bukan hanya penegak hukum, tetapi pelayan masyarakat. Kalau ada kesalahan, harus dibuka, tidak boleh ditutupi,” ujarnya tegas.
Namun, di balik layar, publik tahu tekanan yang mendera Polri amat besar. Gelombang protes, aksi ribuan ojol, dan sorotan internasional atas kematian Affan memaksa institusi ini mengambil langkah yang jarang, bahkan mungkin belum pernah dilakukan: membuka dapur internal di hadapan rakyat.


Reaksi Publik: Dari Harapan hingga Sinisme
Siaran ini menuai respons beragam.
    1. Aktivis HAM menyambut baik transparansi, tetapi mengingatkan agar jangan berhenti di “panggung pencitraan.”
    2. Warganet ramai-ramai menyindir: “Baru kali ini polisi salah, wajahnya ditayangkan full shot seperti acara reality show.”
    3. Komunitas ojol menegaskan: “Live ini hanya pembuka. Keadilan sejati baru hadir kalau kasusnya benar-benar dibawa ke pengadilan terbuka.”
    4. Bahkan beberapa keluarga korban kasus kekerasan aparat di masa lalu menyuarakan rasa getir: “Andai dulu ada live seperti ini, mungkin kasus kami tidak mati di meja birokrasi.”

Dimensi Politik: Istana Ikut Mengawasi

Tak bisa dipungkiri, langkah Polri ini juga bernuansa politis. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menegur keras Kapolri, menuntut akuntabilitas penuh dan penyelesaian cepat.

Pilihan menayangkan sidang live dipandang sebagai upaya meredam dua tekanan sekaligus: desakan publik dan tekanan politik dari istana. Namun pengamat mengingatkan, transparansi tanpa keadilan nyata akan menjelma bumerang.
“Kalau berhenti pada tontonan, publik akan menilainya sekadar drama. Legitimasi Polri bisa runtuh lebih dalam,” ujar analis kepolisian Heri Prasetyo.
Pertanyaan Menggantung

Sidang live ini memunculkan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban:
    • Apakah tujuh anggota Brimob itu akan benar-benar diproses pidana?
    • Ataukah kasus ini akan berakhir pada sanksi disiplin internal semata?
    • Bagaimana dengan rantai komando? Apakah perwira yang memberi perintah juga akan dihadapkan ke publik?

Bagi rakyat, tragedi Affan bukan hanya tentang satu kendaraan yang melindas, melainkan tentang bagaimana negara memperlakukan warganya yang menuntut hak.

 
Penutup: Momentum atau Sekadar Panggung?

Siaran langsung pemeriksaan ini memang menjadi momen bersejarah. Rakyat akhirnya melihat wajah para aparat yang sebelumnya hanya disebut “oknum.” Namun, euforia transparansi tidak boleh membutakan: publik menuntut keadilan nyata, bukan sekadar tontonan.

Kini Polri berdiri di persimpangan: menjadikan tragedi Affan sebagai pijakan reformasi nyata atau sekadar menambah daftar panjang kasus aparat yang menguap tanpa pertanggungjawaban.
Sejarah akan mencatat pilihan itu.

(as)
 #JusticeForAffan #LiveSidangBrimob #TransparansiPolri #ReformasiHukum #OjolMelawan