Fatahillah313, Jakarta – Dalam sebuah wawancara mendalam bersama Dr. Richard Lee, almarhum Lord Rangga, tokoh yang dikenal dengan pandangan nyeleneh namun sarat makna, mengungkap kondisi memprihatinkan sistem pemerintahan Indonesia. Ia menyebut Indonesia kini ibarat negara tak bertuan akibat perubahan struktur lembaga negara yang melemahkan pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif.
MPR Bukan Lagi Lembaga Tertinggi Negara
Lord Rangga memaparkan bahwa salah satu penyebab hilangnya arah kepemimpinan nasional adalah perubahan posisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dahulu, MPR memegang status sebagai lembaga tertinggi negara yang berada di atas Presiden, sehingga memiliki otoritas untuk menentukan haluan bangsa.
Indonesia Seperti Kapal Tanpa Nakhoda
Dalam analoginya, Lord Rangga membandingkan kondisi ini seperti kapal besar yang berlayar tanpa nakhoda. Setiap pihak berjalan sesuai arah dan kepentingannya sendiri, tanpa ada satu pusat komando yang benar-benar memimpin.
Pentingnya Keseimbangan Kekuasaan
Pernyataan Lord Rangga menjadi pengingat bahwa setiap sistem pemerintahan memerlukan keseimbangan kekuasaan (checks and balances). Hilangnya posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara dinilai mengurangi kontrol terhadap kebijakan eksekutif, sehingga membuka peluang terjadinya penyimpangan.
Kesimpulan:
Kritik Lord Rangga menggugah kesadaran publik bahwa Indonesia memerlukan arah kepemimpinan yang jelas. Tanpa pengawasan yang kuat dan lembaga negara yang berwibawa, Indonesia benar-benar berpotensi menjadi negara tak bertuan di tengah situasi politik dan ekonomi yang semakin kompleks.
Lord Rangga memaparkan bahwa salah satu penyebab hilangnya arah kepemimpinan nasional adalah perubahan posisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dahulu, MPR memegang status sebagai lembaga tertinggi negara yang berada di atas Presiden, sehingga memiliki otoritas untuk menentukan haluan bangsa.
“Sekarang MPR kedudukannya sejajar dengan Presiden, bukan lagi lembaga tertinggi. Ini membuat fungsi pengawasan dan penentu arah bangsa melemah,” ujar Lord Rangga dalam wawancara tersebut.Menurutnya, perubahan ini membuat sistem politik Indonesia kehilangan penyeimbang kekuasaan, sehingga membuka peluang terjadinya dominasi dan penyalahgunaan wewenang oleh pihak tertentu.
Indonesia Seperti Kapal Tanpa Nakhoda
Dalam analoginya, Lord Rangga membandingkan kondisi ini seperti kapal besar yang berlayar tanpa nakhoda. Setiap pihak berjalan sesuai arah dan kepentingannya sendiri, tanpa ada satu pusat komando yang benar-benar memimpin.
“Kalau negara tidak punya ‘tuan’ yang memimpin secara moral dan struktural, rakyat akan kehilangan pegangan,” tegasnya.Ia menekankan bahwa tanpa kepemimpinan yang terstruktur dan lembaga negara yang berwibawa, Indonesia berisiko terombang-ambing di tengah gelombang tantangan global.
Sentuhan Satir yang Sarat Pesan Serius
Meskipun pembawaannya sering diselipi humor dan satire, pernyataan Lord Rangga kali ini memiliki bobot serius. Ia menyiratkan bahwa reformasi politik pasca-reformasi 1998 memang membawa kebebasan, tetapi juga mengikis struktur kekuasaan yang sebelumnya lebih terpusat di MPR.
Banyak netizen menanggapi pernyataan ini di media sosial. Sebagian mendukung pandangannya dan menilai kritik Lord Rangga sangat relevan, sementara yang lain melihatnya sebagai sindiran tajam yang dibungkus canda.
Meskipun pembawaannya sering diselipi humor dan satire, pernyataan Lord Rangga kali ini memiliki bobot serius. Ia menyiratkan bahwa reformasi politik pasca-reformasi 1998 memang membawa kebebasan, tetapi juga mengikis struktur kekuasaan yang sebelumnya lebih terpusat di MPR.
Banyak netizen menanggapi pernyataan ini di media sosial. Sebagian mendukung pandangannya dan menilai kritik Lord Rangga sangat relevan, sementara yang lain melihatnya sebagai sindiran tajam yang dibungkus canda.
Pentingnya Keseimbangan Kekuasaan
Pernyataan Lord Rangga menjadi pengingat bahwa setiap sistem pemerintahan memerlukan keseimbangan kekuasaan (checks and balances). Hilangnya posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara dinilai mengurangi kontrol terhadap kebijakan eksekutif, sehingga membuka peluang terjadinya penyimpangan.
Kesimpulan:
Kritik Lord Rangga menggugah kesadaran publik bahwa Indonesia memerlukan arah kepemimpinan yang jelas. Tanpa pengawasan yang kuat dan lembaga negara yang berwibawa, Indonesia benar-benar berpotensi menjadi negara tak bertuan di tengah situasi politik dan ekonomi yang semakin kompleks.
(as)