Fatahillah313, Jakarta - Bencana banjir dan longsor berskala besar yang melanda Pulau Sumatera pada akhir November hingga awal Desember 2025 menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terburuk dalam satu dekade terakhir.
Hujan deras yang mengguyur tanpa henti memicu luapan sungai, longsor di kawasan perbukitan, serta lumpuhnya infrastruktur vital di sejumlah provinsi.
Data sementara menunjukkan lebih dari 950 orang meninggal dunia, ratusan lainnya masih dinyatakan hilang, dan tidak kurang dari 770.000 warga terpaksa mengungsi.
Data sementara menunjukkan lebih dari 950 orang meninggal dunia, ratusan lainnya masih dinyatakan hilang, dan tidak kurang dari 770.000 warga terpaksa mengungsi.
Wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi daerah terdampak paling parah, dengan banyak kawasan terisolasi selama berhari-hari akibat putusnya akses jalan, jembatan, dan jaringan komunikasi.
Namun, di tengah skala bencana yang masif tersebut, pemerintah Indonesia justru mengambil sikap yang tidak lazim dalam praktik kemanusiaan internasional:
Namun, di tengah skala bencana yang masif tersebut, pemerintah Indonesia justru mengambil sikap yang tidak lazim dalam praktik kemanusiaan internasional:
menolak sejumlah bantuan asing, termasuk tawaran bantuan logistik dari negara-negara Timur Tengah.
Bantuan UEA Dikembalikan, Publik Bertanya
Perhatian publik tersedot ketika Pemerintah Kota Medan mengembalikan 30 ton beras bantuan dari Uni Emirat Arab (UEA) yang sejatinya diperuntukkan bagi korban banjir.
Kami kembalikan kepada Uni Emirat Arab,
ujar Wali Kota Medan Rico Waas kepada wartawan, Kamis (18/12/2025).
Rico menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil karena belum adanya keputusan resmi pemerintah pusat untuk menerima bantuan asing.
Rico menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil karena belum adanya keputusan resmi pemerintah pusat untuk menerima bantuan asing.
Ia menegaskan, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melangkahi kebijakan nasional.
Jadi kami kembalikan, kami Kota Medan tidak menerima,
ujarnya, sebagaimana diberitakan Kompas.com.
Lebih lanjut, Rico mengungkapkan bahwa pengembalian bantuan tersebut juga berkaitan dengan teguran dari pemerintah pusat dan Gubernur Sumatera Utara.
Lebih lanjut, Rico mengungkapkan bahwa pengembalian bantuan tersebut juga berkaitan dengan teguran dari pemerintah pusat dan Gubernur Sumatera Utara.
Setelah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pertahanan, dan instansi terkait lainnya, diputuskan bahwa bantuan tersebut tidak dapat diterima.
Intinya adalah memang kami sudah cek tentang regulasi dan penyampaian. Kami ke BNPB, Kementerian Pertahanan, memang melalui koordinasi kami semua, ini tidak diterima,
jelasnya.
Keputusan ini sontak memicu polemik. Di tengah ribuan pengungsi dan keterbatasan logistik di lapangan, publik mempertanyakan urgensi penolakan bantuan kemanusiaan yang datang dari negara sahabat.
Pernyataan Presiden: Indonesia Memilih Mandiri
Keputusan ini sontak memicu polemik. Di tengah ribuan pengungsi dan keterbatasan logistik di lapangan, publik mempertanyakan urgensi penolakan bantuan kemanusiaan yang datang dari negara sahabat.
Pernyataan Presiden: Indonesia Memilih Mandiri
Sikap pemerintah daerah tersebut sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam sidang kabinet paripurna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025), Presiden mengungkapkan bahwa dirinya menerima banyak panggilan dari para pemimpin dunia yang ingin mengirimkan bantuan.
Saya ditelepon banyak pimpinan, kepala negara yang ingin kirim bantuan. Saya bilang, ‘Terima kasih concern Anda, kami mampu’. Indonesia mampu mengatasi ini,
ujar Prabowo.
Pernyataan ini menegaskan pendekatan pemerintah yang menitikberatkan pada kemandirian nasional, bahkan dalam situasi darurat kemanusiaan berskala besar.
Respons Cepat Negara-Negara Timur Tengah
Pernyataan ini menegaskan pendekatan pemerintah yang menitikberatkan pada kemandirian nasional, bahkan dalam situasi darurat kemanusiaan berskala besar.
Respons Cepat Negara-Negara Timur Tengah
Bencana Sumatera sebenarnya memicu gelombang solidaritas yang luas dari negara-negara Timur Tengah. Pada 1 Desember, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengirimkan telegram pribadi berisi belasungkawa kepada Presiden Prabowo, disusul pesan serupa dari Raja Salman bin Abdulaziz.
Uni Emirat Arab menyatakan kesiapan penuh untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan. Duta Besar UEA untuk Indonesia, Abdulla Salem Al Dhaheri, bahkan menegaskan bahwa negaranya siap mengirim tim darurat dan logistik segera setelah Indonesia menyatakan keterbukaannya.
Ucapan duka dan tawaran bantuan juga datang dari Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Sultan Oman Haitham bin Tariq, serta Presiden Iran Masoud Pezeshkian yang menawarkan pengiriman tim tanggap darurat. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang mewakili 57 negara mayoritas Muslim, turut menyerukan dukungan cepat bagi Indonesia.
Bagi negara-negara Timur Tengah, solidaritas ini bukan sekadar diplomasi simbolik.
Uni Emirat Arab menyatakan kesiapan penuh untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan. Duta Besar UEA untuk Indonesia, Abdulla Salem Al Dhaheri, bahkan menegaskan bahwa negaranya siap mengirim tim darurat dan logistik segera setelah Indonesia menyatakan keterbukaannya.
Ucapan duka dan tawaran bantuan juga datang dari Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Sultan Oman Haitham bin Tariq, serta Presiden Iran Masoud Pezeshkian yang menawarkan pengiriman tim tanggap darurat. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang mewakili 57 negara mayoritas Muslim, turut menyerukan dukungan cepat bagi Indonesia.
Bagi negara-negara Timur Tengah, solidaritas ini bukan sekadar diplomasi simbolik.
Hubungan Indonesia-Timur Tengah selama ini terjalin erat melalui ikatan keagamaan, migrasi tenaga kerja, investasi dana kekayaan negara Teluk, hingga kerja sama strategis di berbagai sektor.
Kerugian Fantastis, Infrastruktur Lumpuh
Kerugian Fantastis, Infrastruktur Lumpuh
Banjir dan longsor tersebut menyebabkan kerusakan besar dengan nilai kerugian ditaksir mencapai lebih dari 3,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 51 triliun.
Ribuan rumah rusak, fasilitas pendidikan lumpuh, rumah ibadah terdampak, dan jaringan listrik serta komunikasi terputus di banyak wilayah.
Dalam situasi seperti ini, penolakan bantuan asing dinilai oleh sebagian pengamat sebagai langkah yang tidak lazim dalam praktik kemanusiaan global, di mana bantuan lintas negara biasanya diterima sebagai bentuk solidaritas universal.
Analisis Pengamat: Solidaritas vs Perhitungan Politik
Dalam situasi seperti ini, penolakan bantuan asing dinilai oleh sebagian pengamat sebagai langkah yang tidak lazim dalam praktik kemanusiaan global, di mana bantuan lintas negara biasanya diterima sebagai bentuk solidaritas universal.
Analisis Pengamat: Solidaritas vs Perhitungan Politik
Direktur Desk Indonesia–MENA di Centre for Economic and Law Studies (CELIOS), Dr Muhammad Zulfikar Rakhmat, menilai negara-negara Timur Tengah bertindak atas dasar belas kasih, solidaritas keagamaan, dan kemitraan tulus.
Tawaran bantuan tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan dan kemanusiaan bersama,
tulis Zulfikar dalam opininya di Middle East Monitor.
Menurutnya, keengganan pemerintah Indonesia menerima bantuan menciptakan jarak psikologis antara niat baik negara-negara MENA dan perhitungan politik Jakarta yang lebih berorientasi ke dalam negeri.
Meski demikian, Zulfikar menilai peristiwa ini tidak akan merusak hubungan jangka panjang antara Indonesia dan Timur Tengah.
Menurutnya, keengganan pemerintah Indonesia menerima bantuan menciptakan jarak psikologis antara niat baik negara-negara MENA dan perhitungan politik Jakarta yang lebih berorientasi ke dalam negeri.
Meski demikian, Zulfikar menilai peristiwa ini tidak akan merusak hubungan jangka panjang antara Indonesia dan Timur Tengah.
Jalur ibadah, migrasi pekerja, investasi, dan kajian keagamaan akan terus mengikat mereka bersama. Timur Tengah merespons dengan tulus dan cepat. Indonesia merespons dengan hati-hati berdasarkan sejarah, kedaulatan, dan kepekaan tata kelola,
ujarnya.
Di Persimpangan Kemanusiaan dan Kedaulatan
Di Persimpangan Kemanusiaan dan Kedaulatan
Penolakan bantuan asing untuk korban banjir Sumatera menempatkan Indonesia pada persimpangan yang kompleks: antara kedaulatan dan kemandirian nasional di satu sisi, serta prinsip solidaritas kemanusiaan global di sisi lain.
Bagi negara-negara Arab, sikap Indonesia menimbulkan rasa heran, bukan karena niat politik tersembunyi, melainkan karena bantuan tersebut datang sebagai wujud empati atas penderitaan sesama manusia. Bagi pemerintah Indonesia, keputusan itu mencerminkan kehati-hatian, kontrol tata kelola, dan keinginan menunjukkan kapasitas internal.
Pertanyaannya kini, apakah sikap mandiri tersebut benar-benar mampu menjawab seluruh kebutuhan korban di lapangan, atau justru menyisakan ruang kritik tentang prioritas kebijakan di tengah bencana kemanusiaan berskala besar.
Bagi negara-negara Arab, sikap Indonesia menimbulkan rasa heran, bukan karena niat politik tersembunyi, melainkan karena bantuan tersebut datang sebagai wujud empati atas penderitaan sesama manusia. Bagi pemerintah Indonesia, keputusan itu mencerminkan kehati-hatian, kontrol tata kelola, dan keinginan menunjukkan kapasitas internal.
Pertanyaannya kini, apakah sikap mandiri tersebut benar-benar mampu menjawab seluruh kebutuhan korban di lapangan, atau justru menyisakan ruang kritik tentang prioritas kebijakan di tengah bencana kemanusiaan berskala besar.
(as)
#BanjirSumatera #IndonesiaTolakBantuan #SolidaritasKemanusiaan #TimurTengah #BencanaNasional #DiplomasiKemanusiaan


