Fatahillah313 - Sedih sekali, melihat aparat kepolisian yang semestinya memberikan pelayanan, perlindungan, dan pengayoman terhadap masyarakat, justru bertindak 'brutal' kepada masyarakat. Masyarakatnya yang hendak menggunakan hak konstitusional menyampaikan pendapat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 UUD 45, malah diberangus.
Betapa tidak, aksi masyarakat yang hendak menyampaikan pendapat agar 'Adili Jokowi dan Makzulkan F4' berakhir ditengah jalan, dan tidak dapat dituntaskan sesuai dengan Surat Pemberitahuan (SP) yang telah disampaikan.
Ketua Aliansi Rakyat Menggugat ARM) Bu Menuk Wulandari selaku penyelenggara aksi, menceritakan kronologis kejadian sebagai berikut:
Aksi Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, dalam bentuk Konvoi sebagai mana dimaksud dalam UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, telah dilakukan sesuai prosedur dengan mengirimkan SP ( surat pemberitahuan) 5 hari sebelum hari H Pelaksanaan Kegiatan, yang ditujukan kepada Intelkam Polda dan Mabes Polri.
Dalam SP sudah di terangkan aksi dalam bentuk konvoy, dijelaskan pula rute jalan dan jenis kendaraan yang ikut mengiringi. Artinya, bentuk aksi telah disampaikan minimal 3x24 Jam sebelum pelaksanaan, yakni SP dikirim hari Senin tanggal 9 Juni 2025 untuk pelaksanaan aksi hari Jum'at tanggal 13 Juni 2025.
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Jo Perkapolri Nomor Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2012 tentang tentang tata cara penyelenggaraan, pelayanan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
Sebelum hari H yaitu tanggal 12 Juni 2025 , team teklap ARM sudah berkoordinasi dengan Kapolsek Jakpusat langsung . Di sepakati TIKUM kita bergeser 100 M ke arah IRTI dan rute pun sudah kita info kan.
Malam nya di tanggal yg sama , Intel Polda telp dan meminta Bu Menuk Wulandari untuk membatalkan aksi ke mabes tanpa ada alasan yang jelas dan mengarahkan kita ke KPK. Kembali ditegaskan bahwa ARM akan tetap aksi sesuai SP yg sudah dikirim dan terlontar dari Intel tersebut apabila ARM ngeyel , di lapangan akan di culik /di tangkap .
Tanggal 13 Juni 2025 peserta aksi sudah kumpul begitu juga dengan polisi lengkap dari pangkat atas sampe bawah. Terjadi perubahan rute di mana rombongan aksi akan di belokan ke jalan Agus Salim. (Tidak melewati kantor SDM Bahlil)
Kami tetap berpegangan sesuai rute yg tertera d SP.
Jam 15.00 aksi konvoy di mulai, melewati wapres balai kota dan stlh BUMN jalan menuju Thamrin di tutup. Korlap mencoba bertanya mengapa kami tidak boleh lurus? dan menolak arahan polisi untuk belok karena dari pengalaman akan mudah sekali di kepung di depan hotel Mercure.. peserta aksi akan di jepit dari arah Sabang sudah di blokade.
Alih-alih mendapat jawaban, *korlap malah di seret dan mau di masukin ke mobil dan toa di sita dan juga banner ARM di copot*. Aksi berakhir dengan mokom (mobi komando) di sita oleh Polres Jakpus sampai saat ini.
Dalam video yang beredar viral, nampak Bu Menuk Wulandari selaku Ketua ARM diseret oleh polisi. Sudah tak ada lagi rasa asih polisi pada rakyatnya sendiri.
Polisi juga terlihat mencari-cari kesalahan, dengan menanyakan sejumlah surat surat kendaraan peserta aksi. Padahal, agenda pemeriksaan dalam rangka tertib lantas harus berdasarkan surat tugas yang jelas dan agenda terpisah. Bukan nyaru dalam kegiatan aksi.
Sejumlah peserta, sempat menyodorkan copy surat kendaraan, untuk mengaitkan dengan ilustrasi kasus ijazah palsu Jokowi yang hanya ditujukan copy nya.
Penulis sebagai praktisi hukum sangat malu, dan muak dengan kelakuan polisi yang main ancam dan brutal menangani masyarakat yang sedang menjalankan aksinya, apalagi terhadap aktivis emak-emak. Kejadian ini, wajib dijadikan bahan evaluasi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo atau penggantinya, agar masyarakat tidak benci dan muak pada polisi.
Polisi harus tampil dengan wajah dan tindakan ramah kepada masyarakat, sesuai dengan jargonnya 'melayani dan melindungi'. Bukan berwajah garang dan menyebar teror dan ancaman, kepada rakyatnya sendiri.
Penulis meminta agar polisi segera melepas Mobil Komando aksi. Karena aksi menyampaikan pendapat bukan kejahatan, mobil komando juga bukanlah bukti kejahatan yang seenaknya dapat disita polisi. [].
Advokat
Klik video: