GELAR PERKARA KHUSUS UNTUK MENGUJI TRANSPARANSI, KREDIBELITAS & REPUTASI KINERJA BARESKRIM POLRI TERKAIT KASUS IJAZAH PALSU JOKOWI

Fatahillah313 - Kata kunci untuk menyelesaikan kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, adalah adanya sikap transparansi Bareskrim Polri dengan melibatkan partisipasi publik, sehingga hasil penyelidikan memiliki kualitas yang kredibel dan akuntabel. Pemeriksaan yang bersifat sepihak, dengan proses yang tidak transparan, lalu diumumkan secara sepihak, jelas tak memiliki sifat mengikat bagi publik, karena pengumuman seperti ini jelas tidak kredibel dan tidak akuntabel.

Karena itu, penyelidikan kasus ijazah palsu Jokowi ini, harus dilakukan dengan pendekatan Scientific Crime Investigation (SCI), berupa penggunaan disiplin ilmu forensik, pemeriksaan laboratorium forensik, analisis ilmiah, dokumentasi lengkap dan melibatkan ahli forensik. Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo sering menyampaikan penggunaan metode Scientific Crime Investigation (SCI), dalam menangani sejumlah perkara yang menyita perhatian publik.

Namun hasil penyelidikan kasus sudah terlanjur diumumkan oleh Mabes Polri melalui Dirtipidum Brigjen Pol Djuhandani Rahardjopuro. Lantas, bagaimana menerapkan metode Scientific Crime Investigation (SCI), dalam kasus ini?

Jawabnya, adalah dengan melakukan Gelar Perkara Khusus. Dalam gelar perkara khusus ini, akan terbuka dua hal:

Pertama, proses penyelidikan dugaan pidana pemalsuan ijazah Jokowi telah dilakukan dengan metode _Scientific Crime Investigation (SCI), berupa penggunaan disiplin ilmu forensik, pemeriksaan laboratorium forensik, analisis ilmiah, dokumentasi lengkap dan melibatkan ahli forensik.

Tahap berikutnya, tinggal memeriksa keseluruhan tahapan, proses, prosedur hingga produk keluaran dari proses tersebut. Seluruh material dan bahan harus bisa diakses oleh publik melalui sejumlah perwakilan, baik Ahli Forensik, akademisi, dan pengadu (TPUA), juga pihak yang berkepentingan (Tim Hukum Dr Roy Suryo dkk).

Terhadap pemeriksaan sejumlah saksi-saksi, juga harus dipastikan. Apakah, diperiksa pada rentang waktu setelah aduan TPUA pada Desember 2024, atau lebih awal. Jika pemeriksaan dilakukan sebelum Desember 2024, maka pemeriksaan itu tidak berlaku.

Misalnya, Bareskrim Polri menggunakan BAP Saksi-saksi di tingkat SD, SMP, dan SMA Jokowi menggunakan berkas BAP pada kasus Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur pada tahun 2022 lalu, maka hal ini tidak diperkenankan. Berkas BAP ini peruntukannya bukan untuk menindaklanjuti Dumas (pengaduan masyarakat), melainkan telah digunakan untuk proses pro Justisia yang sudah final dan berkekuatan hukum tetap.

Proses pemeriksaan sejumlah saksi, dari SD, SMP, SMA hingga UGM harus pemeriksaan ulang berdasarkan aduan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh Bareskrim.

Ahli forensik yang diajukan oleh TPUA yakni Dr Rismon Sianipar dan Dr Roy Suryo harus turut diperiksa. Agar hasil pemeriksaan bersifat komprehensif.

Kedua, proses penyelidikan dugaan pidana pemalsuan ijazah Jokowi tidak dilakukan dengan metode _Scientific Crime Investigation (SCI), berupa penggunaan disiplin ilmu forensik, pemeriksaan laboratorium forensik, analisis ilmiah, dokumentasi lengkap dan melibatkan ahli forensik.

Sehingga, harus dilakukan penyelidikan ulang dengan menggunakan metode _Scientific Crime Investigation (SCI),_ yang melibatkan publik melalui sejumlah perwakilan, baik Ahli Forensik, akademisi, dan pengadu (TPUA), juga pihak yang berkepentingan (Tim Hukum Dr Roy Suryo dkk).

Ahli forensik yang diajukan oleh TPUA yakni Dr Rismon Sianipar dan Dr Roy Suryo harus dilibatkan sejak awal. Agar hasil pemeriksaan bersifat komprehensif, kredibel dan akuntabel.

Tinggal satu hal, bagaimana memulai proses tersebut?

Merujuk ketentuan Pasal 31 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, BAB IV tentang GELAR PERKARA, menyatakan:

“Gelar Perkara dilaksanakan dengan cara: a. gelar perkara biasa; dan b. gelar perkara khusus.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, menyatakan:

"(1) Gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b, dilaksanakan untuk:

Merespons pengaduan masyarakat dari pihak yang berperkara dan/atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari Atasan Penyidik; membuka kembali Penyidikan berdasarkan putusan praperadilan; dan menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian masyarakat.

(2) Pelaksanaan Gelar Perkara khusus wajib mengundang fungsi pengawasan dan fungsi hukum Polri serta ahli.

Berdasarkan ketentuan Pasal 31 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, *maka hari ini Senin (26/5) TPUA mengajukan permintaan agar dilakukan Gelar Perkara Khusus terhadap hasil penyelidikan Bareskrim Polri terkait dugaan pidana pemalsuan Ijazah Saudara JOKO WIDODO.*

Surat itu akan diantarkan oleh Rizal Fadilah, SH (Wakil Ketua Umum TPUA) dan Azam Khan, S.H. (Sekjen TPUA). Permohonan akan disampaikan melalui Kepala Biro Pengawasan Penyidik (Karo Wasidik Mabes Polri). Semoga, Surat ini segera direspons oleh Mabes Polri. [].




Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis