Partai Masyumi: Silam Berjaya, Kini Gagal Ikut Pemilu 2024


ASHA, Jakarta -- Partai Masyumi gagal ikut Pemilu 2024 karena dinyatakan tidak memenuhi syarat yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Masyumi sempat mengajukan gugatan ke Bawaslu. Namun, Bawaslu menolak, sehingga Masyumi tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat dan tak bisa ikut Pemilu 2024.


Riwayat Kejayaan Masyumi

Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) merupakan pemeran utama dalam kancah politik Indonesia ketika masih berumur jagung. Sejak 1945, Masyumi sudah memiliki basis massa yang sangat besar.

Dibentuk pada 24 Oktober 1943, Masyumi merupakan gabungan dari beberapa organisasi Islam antara lain Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah serta Persatuan Umat Islam dan beberapa lainnya.

Tak lama setelah Indonesia merdeka, Masyumi mendaftarkan diri sebagai partai usai keluar Maklumat Nomor X pada November 1945 yang diterbitkan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Kader-kader Masyumi banyak yang masuk dalam kabinet parlementer dan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) hingga 1950 mendatang.

Setelah UUDS 1950 terbit, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer. Kader Masyumi menguasai 21 persen atau 49 kursi DPR. Paling banyak di antara partai lainnya.

Ada beberapa kader Masyumi yang dipercaya Presiden Sukarno untuk menjadi perdana menteri antara lain, Mohammad Natsir, Sukiman Wirjosandjojo dan Burhanudin Harahap.


Pemilu 1955

Dalam pemilu yang diselenggarakan di Indonesia pertama kali sejak merdeka, Masyumi menjadi partai dengan perolehan suara kedua terbesar.

Masyumi meraih 20,9 persen suara nasional. Beda tipis dengan PNI di urutan pertama dengan 22,3 persen suara. Akan tetapi, kedua partai mendapat jumlah kursi yang sama di DPR yakni 57.

Partai Nahdlatul Ulama berada di urutan ketiga dengan perolehan 18,4 persen suara dan meraih 45 kursi DPR. Diikuti PKI dengan 16,4 persen suara nasional dan 39 kursi DPR.


Dibubarkan Sukarno

Di masa Orde Lama atau Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Kedua partai disebut terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta.

Masyumi dan PSI dibubarkan pada 17 Agustus 1960 oleh Presiden Sukarno atas pertimbangan Mahkamah Agung. Pembubaran didasari Keppres No. 201 tahun 1960.

Partai yang diakui oleh pemerintah antara lain PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partindo, PSII, Parkindo, IPKI, Perti dan Murba. Masyumi dan PSI tidak lagi diakui oleh rezim Demokrasi Terpimpin.

Di era Orde Baru, Masyumi tidak aktif lantaran Presiden Suharto hanya mengakui Golkar, PDI dan PPP sejak Pemilu 1977.


Bangkit Lagi

Pada pengujung Orde Baru, Masyumi kembali bangkit. Partai Masyumi Baru didirikan pada 28 Oktober 1995. Partai itu ikut Pemilu 1999, tetapi gagal meraih kursi di DPR RI.

Masyumi kembali dibangkitkan pada 75 tahun setelah pendirian, tepatnya pada 7 November 2020. Sejumlah petinggi Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menggelar gerakan Masyumi Reborn.

"Kami yang bertanda tangan di bawah ini, mendeklarasikan kembali aktifnya Partai Politik Islam Indonesia yang dinamakan 'Masyumi'," kata Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII) A. Cholil Ridwan dalam deklarasi di Gedung Dewan Dakwah, Jakarta, 7 November 2021.

Saat itu, para pengurus Partai Masyumi menargetkan keikutsertaan pada Pemilu 2024. Mereka berniat mengulangi kejayaan di Pemilu 1955.

Meski demikian, niat itu terganjal. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengembalikan berkas pendaftaran Partai Masyumi karena tak lengkap hingga akhir masa pendaftaran.

Masyumi dan enam partai politik lainnya menggugat hal tersebut ke Bawaslu. Namun, Bawaslu pun mementahkan gugatan itu.

Masyumi pun gagal ikut Pemilu 2024. Begitu pula Kedaulatan Rakyat, Partai Pandu Bangsa, Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI), Partai Kedaulatan, dan Partai Reformasi.

Sumber  CNN Indonesia