Utang Indonesia Tembus Rp 7.123 Triliun, DPR Pertanyakan kemampuan Bayar Pemerintah


ASHA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kepada publik soal kemampuan pemerintah membayar utang. Penjelasan ini sangat penting untuk membangun kepercayaan terhadap pemerintah.

“Kita juga harus mulai membangun confidence (kepercayaan diri) kepada masyarakat bahwa pemerintah yang berutang itu mempunyai ability to pay, kemampuan untuk membayar,” kata Misbakhun dalam keterangannya dalam rapat kerja Komisi XI DPR, Kamis (1/9/2022).

Utang Indonesia Tembus Rp 7.123 Triliun, DPR Pertanyakan kemampuan Bayar Pemerintah

Mahasiswa gabungan se-Jabodetabek saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Dalam aksinya mereka mengecam pemerintah Jokowi atas hutang negara yang melonjak, politik dagang sapi, diskon pajak 300 persen, dan krisis penegakan HAM. 

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kepada publik soal kemampuan pemerintah membayar utang. Penjelasan ini sangat penting untuk membangun kepercayaan terhadap pemerintah.

“Kita juga harus mulai membangun confidence (kepercayaan diri) kepada masyarakat bahwa pemerintah yang berutang itu mempunyai ability to pay, kemampuan untuk membayar,” kata Misbakhun dalam keterangannya dalam rapat kerja Komisi XI DPR, Kamis (1/9/2022).

Adapun yang hadir dalam raker diantaranya Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono.

Misbakhun menegaskan, penjelasan soal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) belum cukup bagi publik. Legislator Golkar itu beralasan masih ada rasio lain, misalnya besar penerimaan pajak berbanding jumlah utang.

Semestinya pemerintah juga menjelaskan besaran penerimaan pajak yang dipakai untuk membayar utang negara. Harapannya ialah ada kepastian pemasukan dari perpajakan mencerminkan kemampuan pemerintah membayar utang, sehingga tidak ada kesan gali lubang tutup lubang.

“Ada fundamental data yang di-share untuk membangun confidence bahwa apa yang disampaikan tidak hanya sebuah peyampaian yang bersifat persuasif,” kata Misbakhun.


Rasio Utang ke PDB

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu juga merujuk paparan Menkeu Sri Mulyani soal utang pemerintah mencapai Rp 7.123,62 triliun per Juni 2022. Angka itu setara 37,9 persen dari PDB 2022.

“Lah, yang menjadi pertanyaan ialah berapa sebenarnya volume PDB kita pada 2022 yang menjadi baseline perhitungan di angka 37,91 persen tersebut?” katanya.

Berdasarkan data BPS memperlihatkan PDB pada 2020 mencapai Rp 15.434,2 triliun. Adapun PDB 2021 sebesar Rp 16.970,8 triliun. Misbakhun mengaku tidak pernah mempermasalahkan jumlah sebenarnya tentang utang pemerintah. Alasannya, utang merupakan keniscayaan dalam mengelola negara.

Kendati begitu, Misbakhun juga pengin tahu soal pemegang surat Surat Berharga Negara (SBN). “Siapa sih, di dalam negeri yang menjadi pemegang SBN ini, karena biasanya negara-negara yang mulai kuat pertumbuhan ekonominya, utangnya diserap di dalam negeri sehingga circle (perputaran) bisnisnya berjalan antara negara dan sektor keuangannya,” pungkasnya.


Sumber Berita : Liputan6