ASHA - Berbagai rentetan peristiwa terjadi di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) di Kabupaten Morowali Utara, Sulteng, sejak berdiri tahun 2019 lalu yang menewaskan puluhan karyawan.
Banyak kecelakaan kerja yang terjadi di PT GNI sejak perusahaan itu berdiri, terakhir pada 22 Desember 2022 kebakaran tungku di smelter unit 1 pada 22 yang menyebabkan meninggalnya dua karyawan hingga bentrok antara TKA Cina dan TKI yang menewaskan 2 orang karyawan saat aksi protes terhadap K3 perusahaan dan beberapa tuntutan lainnya.
Kini PT GNI kembali beroperasi.
Menyikapi kondisi itu, Ketua Lembaga Energi dan Sumber Daya Alam PP PMKRI, Kilianus mengatakan pemerintah harus melakukan investigasi mendalam, tak hanya saat bentrok antara karyawan, tapi juga terkait penyebab terjadinya ledakan tungku di smelter unit 1 yang menyebabkan meninggalnya dua operator crane di PT GNI pada 22 Desember 2022.
"Jika di temukan bahwa penyebab kecelakaan tersebut karena kesalahan atau kelalaian dari pihak perusahaan karena tidak menerapkan K3 dengan baik, maka perusahaan harus bertanggung jawab secara hukum karena kelalaiannya sehingga menyebabkan nyawa karyawan melayang," tandasnya, Kamis (19/1/2023).
Usai beberapa kali aksi yang dilakukan para buruh, kata dia, perusahaan harusnya menyelesaikan persoalan mendasar terlebih dahulu sebelum melaksanakan proses produksi kembali, seperti menciptakan situasi dan kondisi kerja yang sesuai dengan standart operasional perusahaan, dalam hal ini K3, keselamatan dan kesehatan kerja, agar para pekerja dapat bekerja dengan aman dan sehat.
"Kalau perlu tangguhkan dahulu operasional perusahaan sampai persoalan K3 dapat di selesaikan.
Hal ini untuk menghindari terjadinya korban berikutnya akibat kecelakaan Kerja di dalam perusahaan," tambahnya.
Jangan perusahaan seakan akan hanya mementingkan keuntungan tetapi mengabaikan hal yang paling penting yaitu keselamatan dan kesehatan karyawan.
"Begitu juga dengan persoalan upah dan kesejahteraan buruh, serta evaluasi terhadap penggunaan TKA di PT GNI harus di lakukan," jelasnya.
Jika perusahaan tidak mampu menyelesaikan persoalan mendasar ini, jelas dia, maka tidak menutup kemungkinan kedepannya akan ada lagi gerakan, dan bentrok bisa saja kembali terjadi dan tentu itu akan menciptakan situasi yang bisa menggangu iklim investasi dan pertumbuhan di Morowali Utara.***
Sumber : MetroSumsel